Kamis, 04 Juli 2013

Retrospeksi Kamu

Memori memang menyimpan sejuta rahasia, yang membuat seseorang tertatih-tatih mengeja alur masuk-keluarnya. Labirin tak bercelah. Abstrakisme penglihatan, pendengaran, sentuhan,, percumbuan. Tidak mengharapkan untuk membuka, tapi tersingkap begitu saja. Berharap untuk mengendus jejaknya, tapi bisa saja hilang tak menyisakan asa.. Menjengkelkan memang, apalagi itu memori lama, kusam pula. Sudah (mencoba) tidak menjamahnya, tiba-tiba meramaikan kepala, hati, berkerumun seperti lalat di tumpukan bangkai. Percuma diusir, mereka akan kembali lagi, bercampur, mengaduk-aduk emosi.. huh.. emosi melankoli..


Mungkin kalimat acak adul di atas bisa jadi respon atas kejadian yang tepat saat adzan isya berkumandang mampir memberikan sensasi tidak biasa, menjadi main performer dengan soundtrack tetes hujan yang ramai tak seirama. Cukup dengan beberapa detik saja, ada retrospeksi yang meluap. Dan sayangnya itu retrospeksi negatif. Atau barangkali yang negatif itu causal effect-nya.

Waktu tadi itu,, sayup terdengar frasa, "Hei..! hayo siapa..?" 
Seketika itu aku membalas dengan respon, "Oh.. ya.." sesaat setelah coba mengenali wajah pemilik sapaan tadi.
"Ah! itu dia..." -- "Apa itu benar-benar dia? -- "Betul sepertinya dia.." -- "Tapi, kenapa bisa dia?", bersautan suara-suara di pikiranku ketika mencoba mengartikan sekejap perjumpaan itu.
Dan seketika aku mencoba memenangkan keyakinan atas keraguan tadi, baru tersadar dia sudah beberapa langkah di depanku.
Tidak ingin menyisakan kesalahpahaman, dengan terburu-buru aku melontarkan kalimat tanya, "Eh, mau kemana??"
Dia tetap melanjutkan langkahnya dengan agak tergesa. Seragamnya mungkin sudah agak basah terciprat air dari langit yang sedari sore melembabkan kota ini.
Dan kuulangi pertanyaanku tadi dengan level volume yang ditinggikan. Langkahnya tetap menjauh, tidak ada kesempatan bertatap muka kedua-kalinya, mungkin suaraku tersamar hujan ATAU mungkin itu bukan dia.
Ibarat anak kecil yang tiba-tiba disuguhi tayangan breaking news ketika sedang menikmati tontonan kartun sore, aku hanya bisa termangu, sambil melangkah masuk ke warung tenda tempatku menenangkan keluhan lapar perut ini.

Masih, masih saja terbingungkan karena situasi tadi, DIA, memori lama. Ah! memori itu lagi.. Lagi-lagi, tiba-tiba. Cukup beberapa detik saja, 'tentang dia' pun berlalu lalang di otak ini.
Sebelum menjadi, atau mungkin agar semakin menjadi, aku mengetik beberapa kata di ponsel, mengirim pesan singkat untuk dia yang langkahnya sudah tidak terdeteksi mata. Pesan singkat itu berisi pertanyaan, lebih tepatnya protes atas sikap tak acuhnya saat aku memberikan respon untuk sapaan'nya - walaupun aku sudah terbiasa dengan sikapnya itu. Terbiasa tidak mendapat responnya saat mencoba berkomunikasi, meskipun saat dia yang memulai komunikasi itu. Terombang-ambingkan oleh pikirannya, seperti saat yang lalu.
Ya, yang lalu, memori lama, kusam pula.

Hingga saat ini, saat waktu sudah mencapai sepertiga malam, masih terngiang di benak ini, nostalgia singkat tadi.. Cardigan hitam, hijab oranye - Nostalgia Dahulu, pemicu Retrospeksi tentang Kamu.